Kamis, 13 Oktober 2016

Siklus di Bisnis MLM


Sudah merupakan sebuah kenyataan bahwa kegiatan bisnis di MLM selalu berhubungan dengan omzet. Dengan meningkatnya omzet meningkat pula pendapatan/bonus seorang distributor MLM. Peningkatan bonus inilah yang ingin dicapai dan akan memberikan motivasi/semangat kepada pelaku bisnis tersebut (distributor). Dengan semangat tersebut tentunya akan lebih meningkatkan aktivitas bisnis.
MLM (Multilevel Marketing) merupakan distribusi barang/produk secara berjenjang atau bertahap. Untuk pendistribusian secara bertahap ini perlu adanya seorang distributor. Dengan sistem pembagian pendapatan/bonus yang dibuat oleh sebuah perusahaan MLM atau yang lebih dikenal dengan Marketing Plan maka seseorang akan memutuskan untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut dengan bergabung menjadi seorang distributor. Nah, sekarang pertanyaannya adalah bagaimana meningkatkan omzet?

Peningkatan omzet di sebuah MLM selalu di mulai dari distributor atau anggotanya, baik itu level terbawah, menengah ataupun top level. Cara yang bisa dilakukan adalah:
1. Sebagai distributor sekaligus pengusaha diwajibkan untuk mengenal produk yang akan dipasarkannya, salah satunya adalah dengan swa konsumsi. Diharapkan dari swa konsumsi ini seorang distributor dapat menceritakan ttg khasiat produk tsb sehingga akan timbul rasa percaya.
2. Alternatif kedua sebagai peningkatan omzet adalah melakukan penjualan. Dengan bercerita pengalaman mengkonsumsi produk merupakan salah cara dalam memasarkan.
3. Karena MLM tidak harus dengan berjualan yg identik dengan seorang sales yang harus door to door, maka seorang distributor mulai harus berpikir ala seorang manajer dalam berbisnis yaitu mulai membuka cabang baru. Perkenalkan bisnis ini ke rekan-rekan yang memiliki komitmen untuk berbisnis, ajarkan hal sama dalam mengelola usaha tersebut. Kegiatan ini merupakan Business Opportunity dan Duplikasi.
Dari 3 kegiatan tersebut tentunya omzet akan meningkat seiring dengan penambahan network dan hasilnya pun akan mendongkrak pendapatan/bonus sehingga semangat para distributor akan terjaga untuk melanjutkan kegiatan bisnis tersebut. Dan ini adalah sebuah siklus “Kegiatan Bisnis -> Omzet -> Semangat -> Kegiatan Bisnis”.
Pengembangan Jaringan Dengan Filsafat Ayam
Banyak di antara pelaku network marketing merasa dirinya gagal dalam menjalankan bisnis network marketing. Padahal yang benar adalah dia belum berhasil karena belum bekerja keras, cerdas, dan ikhlas. Di antara kerja cerdas adalah dengan bekerja meniru cara kerja induk ayam.
Apa yang dilakukan induk ayam?
1. Pacaran : Pacaran adalah ibarat dari prospecting mencari kenalan di manapun dan kapanpun. Di halte bis, di terminal, di dalam lift, bis, kereta, kapal laut, pesawat, dll. Gunakan strategi kenalan dengan menggunakan 'ice-breaking' menanyakan jam, tujuan, keluarga, cuaca, topik yang sedang trend saat ini, dll. Sebaiknya membekali diri dengan membaca buku Dale Carnegie "How to get friends and to influence people" yang sudah diterjemahkan menjadi bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi orang lain.
2. Bertelur : Bertelur adalah ibarat dari sponsoring mendapatkan anggota baru.

3. Mengeram : Mengeram adalah ibarat dari melakukan home meeting dan home sharing di rumah anggota baru untuk mengajari yang bersangkutan bagaimana caranya membuat dream book, daftar nama, mengundang, presentasi, follow-up, mengenal produk, mengguanakan alat berupa buku, kaset, dan pertemuan.
4. Mengais mencari makanan bersama anak-anaknya : Memberikan contoh kepada mitra muda (down-line) bagaimana caranya sponsoring dan membina, agar terjadi duplikasi.
5. Melindungi anak-anaknya dari musuh dengan memasukkan mereka dalam dekapannya atau langsung menyerang musuh. Melindungi mitramuda baru dari virus negatif dengan memberikan jawaban yang tepat, bahkan dengan mempersiapkan imunisasi sebelum virus negatif menyerang. Melindungi mereka dari serbuan MLM lain yang akan merontokkan jaringan.

Dalam hal ini saya termasuk orang yang tidak menyetujui polygami MLM. Menjalankan dua MLM bagaikan seseorang yang mendaki dua gunung dalam satu waktu yang bersamaan.

Peribahasa jangan simpan telur dalam satu keranjang berlaku bagi orang yang menekuni MLM tanpa meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai bukan sebagai pelaku MLM lain. Banyak bukti yang menjalankan dua MLM sekaligus jaringannya menjadi rontok, akhirnya terjadi ingin untung jadi buntung.
Ingin dapat semua, malah hilang semua.


Selamat Mencoba! Semoga sukses selalu!!

Cerita Anak Sekolah, Karyawan dan Pengusaha

Cerita Anak Sekolah, Karyawan dan Pengusaha
Anak Sekolah      : Jumlah uang jajan ditentukan orang tua,
Karyawan            : Jumlah gaji ditentukan bos,
Pengusaha            :Profit diatur sendiri sesukanya.
Anak Sekolah      : Jam bangun diatur orang tua dan sekolah.
Karyawan            : Jam bangun diatur bos dan kantor,
Pengusaha            :Jam bangun atur sendiri.
Anak Sekolah      : Bolos sekolah itu dosa,
Karyawan            : Bolos kerja itu dosa,
Pengusaha            : Menjalankan bisnis atau nggak, urusan gue.
Anak Sekolah      : Tidak masuk sekolah harus minta ijin.
Karyawan            : Tidak masuk kerja harus minta ijin,
Pengusaha            : It’s my own business!
Anak Sekolah      : Kalau salah dihukum,
Karyawan            : Kalau salah dihukum,
Pengusaha            : Kalau salah, rugi duit, tapi nggak dimarahi.
Anak Sekolah      : Dimarahi orang tua dan guru,
Karyawan            : Dimarahi bos,
Pengusaha            : Siapa yang berani marahi saya???
Anak Sekolah      : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Karyawan            : Semangat ada kalau hampir jam pulang,
Pengusaha            : Jam pulang??? Terserah gue!
Anak Sekolah      : Libur diatur sekolah,
Karyawan            : Libur diatur kantor,
Pengusaha            : Libur atur sendiri.
Anak Sekolah      : Kalau nakal dimarahi guru,
Karyawan            : Kalau nakal dimarahi bos,
Pengusaha            : Kenakalan saya disebut “Kreatif” .
Anak Sekolah      : Takut pada guru dan orang tua,
Karyawan            : Takut pada bos,
Pengusaha            : Hanya takut pada hukum dan Tuhan.
Anak Sekolah      : Masuk sekolah demi nilai,
Karyawan            : Masuk kerja demi uang,
Pengusaha            : Bisnis adalah untuk melayani orang lain, dan jadi profit.
Anak Sekolah      : Seragam anda sama dengan teman sekolah,
Karyawan            : Seragam anda sama dengan teman sekantor,
Pengusaha            : Tidak kenal seragam.
Anak Sekolah      : Kalau sakit perlu surat dokter,
Karyawan            : Kalau sakit perlu surat dokter,
Pengusaha            : Sakit urusan gue.
Anak Sekolah      : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Karyawan            : Kalau bosan tidak boleh melarikan diri,
Pengusaha            : Bosan? Kabur yuk!
Anak Sekolah      : Paling takut dikeluarkan dari sekolah,
Karyawan            : Paling takut dikeluarkan dari kerja (PHK) ,
Pengusaha            : Nggak ada PHK. Bangkrut? Bangun lagi!
Anak Sekolah      : Tidak boleh shopping pada jam sekolah,
Karyawan            : Tidak boleh shopping pada jam kerja,
Pengusaha            : Shopping semau saya.
Anak Sekolah      : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Karyawan            : Sabtu masuk setengah hari, Minggu libur,
Pengusaha            : Bisa masuk dan libur kapan saja.
Anak Sekolah      : Hari besar libur,
Karyawan            : Hari besar libur,
Pengusaha            : Lebih enak libur di hari kerja lho!
Anak Sekolah      : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Karyawan            : Hanya bisa makan pada jam istirahat,
Pengusaha            : Makan sesukanya dan sekenyangnya.
Anak Sekolah      : Diatur orang tua dan guru,
Karyawan            : Diatur bos,
Pengusaha            : Siapa yang mengatur saya???
Anak Sekolah      : Terikat sekolah,
Karyawan            : Terikat kantor,
Pengusaha            : Bebas!!!
Anak Sekolah      : Mobil milik orang tua,
Karyawan            : Mobil milik kantor,
Pengusaha            : Mobil milik sendiri.
Anak Sekolah      : Rumah numpang orang tua,
Karyawan            : Rumah adalah fasilitas dari kantor,
Pengusaha            : Rumah milik sendiri.
Anak Sekolah      : Merusakkan mobil, dimarahi orang tua,
Karyawan            : Merusakkan mobil, dimarahi bos,
Pengusaha            : Diperbaiki dong! Tanpa dimarahi.
Waktu masih kecil, harus menuruti orang tua dan guru. Sudah besar, apakah harus menurut bos???
Kapan jadi benar-benar dewasa???
Gaji dan uang jajan tidak bikin kaya!!!




Berpindah MLM, Apakah Salah?


Sering disebut, orang yang pindah-pindah MLM tidak akan bisa berhasil. Di lain pihak, kadang-kadang dirasakan prestasi kita rasanya sudah berat untuk dimajukan. Lalu harus bagaimana? Sebuah hal paling sederhana yang perlu dipahami adalah konsep antara "pindah MLM" dengan "pindah-pindah MLM" atau yang sering disebut "kutu loncat".
Memilih MLM ibarat memilih pasangan (pacar). Awalnya kita memilih-milih MLM, lalu bergabung, seperti kita mulai berpacaran. Selama berpacaran, ada kalanya kita suka tidak suka harus menyadari bahwa dia bukan untuk kita, sehingga berakibat putus dan harus mencari pacar baru.
Ada kemungkinan kita melihat pacar kita begitu baik dan cocok dengan kita sehingga kita menikahinya (analogi MLM: jadi leader besar yang tidak mungkin pindah lagi). Tidak pernah ada pacar yang mau diduakan (dimadu), sama halnya dengan MLM, di mana belum pernah ada distributor MLM yang berhasil (jadi top leader) yang mendua MLM. Walaupun demikian, sudah merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam berpacaran kita kadang juga harus putus dan berganti pacar baru.
Kutu Loncat : Adalah sebuah hal yang berbahaya kalau kita bergonta-ganti MLM, karena orang akan menjauhi kita. Hari ini bilang MLM A adalah yang terbaik, besok bilang MLM B yang terbaik, besoknya lagi bilang MLM C, dst. Terus mau merekrut kita ke berbagai MLM yang dia ikuti. Yang bangkrut? Downline-nya. Uangnya habis untuk bergabung tanpa hasil. Akhirnya, kalau dia bilang MLM Z adalah yang terbaik, orang sudah tidak percaya.
Sama halnya bila berganti-ganti pacar. Sekali ganti, orang masih bersimpati dan mendukung. Dua kali masih oke. Berkali-kali? Itu namanya playboy dan orang akan berpikir, "Paling-paling sebentar juga ganti lagi..."
Perlukah Berpindah?
Itu kembali pada diri masing-masing. Saya pribadi bergabung di beberapa MLM. MLM pertama terlalu berat, terjadi persaingan harga yang tidak sehat, dan akhirnya saya rugi karena terlanjur stok barang (sebuah kesalahan distributor MLM). Saya sangat tidak matang di sini, dan itu penyebab kegagalan saya.
MLM kedua saya hanya sekedar gabung, karena kebetulan mau pakai produknya. Modal saya kembali, karena sempat jual 1 kali. Setelah itu, karena tidak ada upline yang membantu, saya quit juga.
Di MLM ke-3, saya bertahan 2 tahun dan menjalani pendidikan yang mengubah hidup saya. Tapi tidak ada kemajuan berarti dalam sisi bonus dan peringkat, dan saya akhirnya frustrasi. Sehingga ujung-ujungnya saya berpindah di MLM ke-4 yang saya geluti sekarang.
Bukankah seorang pemenang tidak pernah menyerah??? Pepatah mengatakan: Bila anda menyerah, anda pasti kalah. Bila anda terus berjuang, ada kemungkinan anda menang. Lalu mengapa berpindah MLM? Saya teringat sebuah kata-kata Robert Kiyosaki di bukunya Retire Young Retire Rich. Seorang pemenang tahu kapan dia kalah, dan dia akan berusaha untuk menang di tempat lain. Orang yang kalah ngotot terus sehingga makin kalah. Ini yang terjadi di meja judi, sehingga banyak yang bangkrut, karena tidak terima dia rugi, dan ingin menebus kerugiannya, sehingga malah rugi lebih banyak.
Sebuah hal sederhana meyakinkan saya untuk pindah. Saya menghitung potensi penghasilan saya di tempat lama, berdasarkan data para top performers (jangan melihat data prestasi orang malasnya) di MLM lama. Ternyata tidak terlalu tinggi. Perlu waktu yang lama atau perjuangan ekstra berat. Saya tidak sanggup presentasi 16 jam per hari non-stop secara konsisten untuk berhasil. Saya tidak sanggup bila penghasilan saya tetap di bawah Rp.5 juta per bulan selama 1-2 tahun berikutnya, bila saya ingin beli rumah dan mobil. Sehingga saya ambil kesimpulan: kalau saya fight, hasilnya masih tetap tidak seberapa. Lebih baik quit.
Di MLM baru, saya pun tidak serta-merta bergabung. Saya cek dulu top dan average performers, potensi pendapatan mereka, business plan-nya, dsb, baru saya memutuskan untuk gabung. Hasilnya luar biasa. Dengan modal minimal, bulan pertama bonus saya hanya Rp.44 ribu (masih belajar lagi), dan melonjak jadi Rp.5 juta lebih di bulan kedua! (Bulan ketiga masih berjalan).
Pemenang bisa kalah di sebuah MLM, tetapi bila dia terus berjuang, dia bisa jadi pemenang di MLM (walaupun MLM yang lain).
Mulai Dari Nol?
Ini yang paling ditakuti semua orang, termasuk saya. Ternyata tidak demikian di MLM, dan ini adalah keindahan MLM. Ketika saya pindah, saya ajak downline dan mantan downline saya. Kriteria pemilihan downline yang diajak sifatnya kasuistis: apakah memilih yang aktif atau yang pasif? Saya pribadi memilih yang pasif dulu, karena saya mengerti perasaan frustrasi mereka, dan mengajak mereka berjuang lagi di sini, juga supaya tidak kehilangan muka di mata yang aktif (tidak kehilangan integritas).
Biarkan yang aktif jalan dulu di tempat lama, sambil memberi bonus pada saya di MLM lama (double-income). Tetapi bisa jadi kita memilih yang aktif dulu, karena 1 orang aktif nilainya berkali-kali lipat orang pasif. Kita bisa langsung tancap gas. Itu sebabnya saya bilang sifatnya kasuistis dan biarkan kebijaksanaan anda yang menentukan. Hanya anda yang tahu jawabannya.
Dengan saya memilih yang pasif dulu, saya membuktikan: saya besar bukan semata-mata karena downline aktif saya, tetapi karena kapasitas pribadi saya yang sudah meningkat (terbukti saya naik peringkat dengan bonus besar di bulan ke-2). Downline aktif bisa lebih respek ketika diajak pindah.
Kapan Berpindah?
Ini juga kasuistis. Tetapi ada beberapa panduan yang bisa saya berikan, dan jangan diikuti mentah-mentah.
  1. Pertama-tama, konsultasikan dulu pada upline sekarang, mengapa kok tidak maju-maju. Jangan bilang mau pindah, karena pasti tidak boleh. Tanyakan apa yang harus dilakukan agar bisa maju, selidiki dulu apa yang salah, dsb.
  2. Bila sudah dijalankan dengan baik selama 2 tahun atau lebih, bonus belum mencapai Rp.5 juta, belum naik peringkat ke tingkat prestisius, bisa mulai dipertimbangkan untuk pindah.
Waspada! : Ketika ada orang yang tahu kita ingin pindah, tentu saja dia akan menawarkan sebuah opportunity pada kita.
Yang perlu kita perhatikan :
1. Hati-hati pada MLM yang menjanjikan hasil besar dengan usaha minimal atau bahkan tanpa usaha.
2. Hati-hati terhadap money game. Lebih aman memilih MLM anggota APLI / terdaftar.
3. Hati-hati terhadap business plan yang memberi bonus besar di depan, tapi kecil di belakang (biasanya persentase-nya besar di downline level 1, tapi kecil di level-level berikut. Ingatlah: kita mendapat hasil terbesar justru dari kedalaman, bukan level 1.
4. Hati-hati terhadap iming-iming dan janji palsu yang tidak rasional.
5. Pilihlah yang business plan-nya lebih mudah untuk memperkecil tingkat drop out, support system lengkap dan matang, dan produk yang memang berkualitas.
6. Hati-hati terhadap tawaran tanpa tutup point, karena pendapatan leader MLM sebagian besar berasal dari tutup point downline, bukan hanya dari new distributor yang kedalamannya makin dalam dan akhirnya di luar jangkauan anda.
7. Bila memungkinkan, selidiki dulu kantor MLM yang menawarkan diri, yang terletak di luar negeri, bukan hanya yang di Indonesia. Ini untuk memastikan klaim-nya benar.

Jangan Berpindah bila :
1. Belum menjalankan sistemnya dengan benar secara konsistem selama minimal 6 bulan.
2. Alasan anda hanya karena upline sponsor tidak kompeten. Anda bisa cari upline di atasnya lagi.

Jangan terburu-buru memutuskan anda gagal. Berjuanglah dulu minimal 6 bulan, analisa hasilnya, baru putuskan.








Poligami MLM : Mengapa Tidak?


Sering kita mendengar pepatah yang mengatakan ”Jangan menyimpan semua telor dalam satu keranjang”. Saya rasa, banyak di antara kita yang setuju dengan pepatah tersebut. Nah, sekarang mari kita melihat bagaimana pepatah tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan juga di bisnis MLM kita.
Apabila kita melakukan investasi di Pasar Modal, walau kita tahu bahwa saham-saham yang bagus adalah saham-saham utama (saham blue chip), tidak disarankan untuk menginvestasikan semua uang ke hanya satu dari saham-saham blue-chip tersebut. Lebih baik jika investasi di saham disebar ke beberapa perusahaan (saham) karena hal ini akan mengurangi resiko dalam berinvestasi.
Di luar dunia saham, seandainya Anda hanya tergantung pada satu sumber penghasilan, katakanlah sebagai karyawan atau memiliki usaha sendiri, apabila terjadi kegoncangan pada perusahaan dimana Anda bekerja atau pada perusahaan Anda, maka ketakutan atau kekhawatiran akan melanda. Bisa-bisa, hal tersebut membuat pikiran menjadi tidak jernih yang berakibat prestasi kerja semakin menurun. Apabila Anda memiliki sumber penghasilan yang lain, maka hal ini tidak akan terjadi.
Saya telah berjumpa dengan banyak pemain MLM yang telah total memberikan waktunya hanya untuk bertekun di bisnis yang mereka jalankan. Dengan alasan harus fokus, mereka tidak menyadari bahwa ada ada kendaraan lain yang bagus juga untuk dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan. Apabila perusahaan yang mereka tekuni tersebut mengalami kemunduran, maka cerita di atas akan terulang, karena hanya mengandalkan satu sumber pendapatan.
Dari buku Parable of the Pipeline karangan Burke Hedges. Dikatakan bila kita memiliki lebih dari satu pipa maka akan lebih bagus, karena bila salah satu dari pipa kita menjadi kering, masih ada pipa yang lain yang akan tetap menghasilkan.
Saya telah berjumpa dengan beberapa orang pemain MLM yang menerapkan sistem di atas yaitu dengan aktif di beberapa perusahaan MLM dan mereke juga cukup sukses di MLM-MLM tersebut. Ada seseorang yang aktif di puluhan perusahaan MLM dan 6 diantaranya memberikannya residual income.
Apa kiat sukses untuk menjalankan beberapa MLM sekaligus??
Pertama-tama, produknya jangan sampai bertabrakan (overlap) dan jangan sampai terlibat dengan money game.
Tentunya jika berpoligami, income yang didapat tidak akan sefantastis apabila Anda focus ke salah satu MLM saja. Tetapi setidaknya akan membuat resiko semakin kecil. Selain itu, tetap harus ada MLM yang berperan sebagai “isteri pertama” atau pegangan utama.
Tentunya, artikel ini akan mengundang pro dan kontra. Yang perlu direnungkan adalah, bila Anda bisa sukses di dua tempat, tiga tempat dan bahkan banyak tempat, kenapa harus membatasi diri?
Seperti yang selalu diucapkan,” Jangan membatasi mimpi Anda”.

-----------------------------

Mentargetkan Impian


Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit, dan hampir semua orang punya atau setidaknya pernah punya cita-cita tinggi tersebut. Apakah cita-cita yang Anda miliki masih tinggi? Sebagai networker, saya sangat bangga bahwa sebagian besar networker adalah orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi, tujuan hidup besar dan visi yang jauh kedepan. Hal itu membuat para networker selalu mempunyai semangat yang berkobar-kobar. “Bikin hidup lebih hidup” begitulah kira-kira.
Banyak kesaksian dari para networker sukses, yang menyatakan bahwa faktor penting dalam meraih suksesnya adalah mempunyai cita-cita. Perjuangan mereka disemangati oleh cita-citanya itu yang membuat mereka selalu bertahan sampai sukses.
Cita-cita sama artinya dengan tujuan, dan tujuan berkaitan erat dengan arah. Kemana arah Anda melangkah adalah lebih penting daripada seberapa cepat Anda melangkah. Jadi menentukan cita-cita adalah prioritas pertama sebelum Anda melangkah, jika tidak, maka semakin cepat melangkah, akan semakin jauh Anda salah arah.
Sudahkah Anda mempunyai tujuan jelas di bisnis Anda? Atau Anda hanya menjalankannya seadanya? Mungkin saat ini Anda merasa telah punya tujuan, tetapi sudahkah Anda menuliskannya dengan jelas dan pasti? Karena cita-cita yang masih dalam angan-angan adalah impian dan itu baru berubah jadi tujuan ketika Anda menuliskannya.
Jangan sia-siakan perjuangan Anda, tentukan cita-cita sekarang juga dan pastikan sekuat tenaga untuk mencapainya.

--------------------------------

Berselisih Dengan Upline (Bukan Dengan Downline)


Seperti halnya di kantor yang selalu ada karyawan pengeluh, pamalas, tukang ngobrol, tukang telephone, suka bicara kasar, defensif, curang, sok tahu dan lain-lain, dalam membangun bisnis network-marketing juga pasti ada karakter distributor yang terkadang tidak sesuai yang diinginkan. Terkadang kita berfikir, bagaimana kita harus bersikap. Karena salah-salah, bisnis yang sudah dibangun sekian lama bisa rontok seketika.
Kalau Anda sebagai upline, sebaiknya Anda lebih bijaksana : lebih banyak mengalah, dalam batas tertentu mengikuti keinginan mereka [meski sebenarnya tidak sesuai dengan keinginnan Anda], mengiyakan keinginannya, atau mungkin berdiam diri dan angkat bicara pada waktu yang tepat.
Tetapi kemudian Anda berfikir, sampai kapan hal ini akan bertahan? Akankah Anda terus 'mengalah' selamanya? Dan apakah Anda akan bertahan dalam 'ketidakberdayaan' ini?
Robert Bacal, penulis "The Complete Idiot's Guide to Dealing with Difficult Employees" (2000) memberi saran sebagai berikut : Pertama-tama, tanyakan pada diri Anda apakah yang bermasalah itu Anda atau dia? Apakah 'kebiasaan'-nya hanya mengganggu Anda atau semua orang? Kalau kebiasannya tsb berdampak pada semua orang, itu artinya memang dia yang bermasalah. Temui dia, dan jangan diselesaikan di milis karena di milis akan banyak komentator yang tidak diundang. Yang sebelumnya tidak bermasalah pun bisa-bisa jadi 'ingin' bermasalah.
Daniel Robin, yang membuka situs www.abetterworkplace.com berpendapat : meski banyak orang yang terganggu dengan sikapnya, tidak bijaksana kalau Anda 'membawa rombongan' [untuk menghakimi]. Sebaiknya Anda pikirkan 'efek' duplikasi yang akan menimpa jaringan Anda. Semua distributor Anda akan menduplikasi diri Anda menenempuh jalan tersebut ketika 'berselisih' dengan Anda atau upline mereka. Sebaik apapun jaringan Anda, pasti akan pernah ada 'perselisihan' ini. Mungkin bukan diri Anda, tapi antar leader di group Anda. Tinggal bagaimana Anda menyelesaikannya.
Cobalah untuk bicara seorang diri [bukan rombongan, tidak menghakimi] dengan nada konstruktif, karena setiap kali Anda memperlakukan orang lain secara positif, Anda akan membawanya ke arah itu. Dan lihatlah, leader-leader dalam jaringan Anda akan mengikuti cara pintar Anda ini dalam menyelesaikannya ketika masalah tersebut menimpa jaringannya [duplikasi]. Dan ingat, jangan sekali-kali angkat bicara ketika Anda di puncak emosi. Lebih baik lahirkan penyelesaian dan bekerjalah kembali membangun network ini. Cobalah untuk membuka kembali lembaran cita-cita yang pernah Anda tulis dalam bisnis ini. Bukankah itu tujuan utama menjalani bisnis ini? Bukan untuk 'memusuhi' orang bukan?
Tetapi, kalau kemudian Anda menyadari ternyata 'hanya' Anda yang berselisih dengan dia. Dan apa saja yang ia lakukan selalu membuat Anda terganggu, semua posting email dia selalu ingin Anda respon negatif, dan hati Anda senang ketika dia dicemooh......., maka Andalah yang sebenarnya bermasalah, BUKAN dia.........
Dan kalau hal ini yang Anda alami, maka cobalah untuk menata hati Anda. Ada baiknya Anda 'off' seminggu dan temukan 'sesuatu' dalam diri Anda [karena memang benar-benar ada 'sesuatu']. Bersunyi-sunyilah dan TATA perasaan Anda.
----------------------------

MLM Sebagai Personal Franchise


Sering sekali terjadi kesimpang-siuran dan anggapan yang salah bahwa seorang distributor MLM diperah oleh perusahaan MLM dan upline-nya. Sebetulnya, seorang pegawai yang bekerja untuk perusahaan apapun harus menguntungkan perusahaannya (kalau tidak pasti dipecat). Berkaitan dengan anggapan yang salah di atas, saya ingin memberikan tambahan informasi. Sebenarnya, baik pegawai yang bekerja untuk perusahaan, maupun seorang distributor MLM sama-sama menguntungkan perusahaan yang menaungi. Walaupun demikian, distributor MLM bisa kaya, bebas waktu dan finansial karena ada di kuadran B (bisnis), sementara pegawai susah untuk kaya, bisa punya uang tapi sulit punya waktu, karena ada di kuadran E (employee).
Saya ingin membandingkan MLM dengan konsep yang jelas-jelas sudah diterima oleh masyarakat luas, yaitu Franchise, di mana franchise juga termasuk dalam kuadran B (bisnis). Jadi kuadran B memberi 3 cara untuk masuk : membuat sistem bisnis sendiri (perusahaan konvensional tipe C), membeli sistem bisnis yang sudah ada (franchise) dan membeli hak akses untuk masuk ke dalam sistem bisnis yang sudah teruji (MLM). MLM sendiri disebut oleh Robert Kiyosaki sebagai Personal Franchise, atau Waralaba Pribadi, yaitu franchise untuk level pribadi, bukan perusahaan.
Mari kita bandingkan MLM dan Franchise :
Satu, Di Franchise : kita awalnya membayar investasi awal untuk bergabung. Nilainya besar, karena level perusahaan (corporate).
Di MLM : kita awalnya membayar investasi awal untuk bergabung. Nilainya kecil, karena untuk level pribadi.
Dua, Di Franchise : kita bayar sendiri semua keperluan, mulai dari tempat, pegawai, transport, konsumsi produk sendiri, dll.
Di MLM : kita bayar sendiri semua keperluan, yaitu transport dan konsumsi produk sendiri. Karena levelnya pribadi, maka tidak perlu investasi tempat, pegawai, stock barang, karena sudah disediakan oleh perusahaan dan/atau stockist.
Tiga, Di Franchise : kita bayar (seringkali sudah include pada paket investasi awal) untuk belajar. Di McDonald's, dikenal Hamburger University. Kalau sudah lulus, baru boleh buka outlet. Jadi kita punya skill dasar dalam berbisnis.
Di MLM : training disediakan (biasanya gratis atau murah sekali) agar kita punya skill dasar dalam berbisnis.
Empat, Di Franchise : franchisee berbisnis menggunakan nama franchisor. Contoh: PT XXX boleh buka outlet McDonald's, tapi nama yang muncul tetap McDonald's, bukan PT XXX. PT XXX jadi perpanjangan tangan McDonald's.
Di MLM : kita berbisnis menggunakan nama MLM di mana kita bergabung, dan seakan-akan menjadi perpanjangan tangan MLM tersebut.
Lima, Di Franchise : Kalau kita besar, bisa disebut kita menguntungkan franchisor.
Di MLM : Kalau kita besar, kita disebut menguntungkan upline dan perusahaan.
Enam, Di Franchise : Pada awal pembukaan bisnis kita, kita didampingi oleh principal dari franchisor untuk memastikan segala sesuatunya benar.
Di MLM : Pada masa-masa awal kita berbisnis, kita didampingi oleh upline untuk memastikan segala sesuatunya benar.
Di MLM : kita memang ibarat membeli franchise.
Bedanya MLM dan Franchise :
Satu, Di Franchise : Bayar royalti tiap bulan untuk franchisor.
Di MLM : Tidak perlu bayar royalti. Upline sudah dapat bagiannya sendiri.
Dua, Di Franchise : Bisa beli hak franchise, tapi tidak bisa jual ke orang lain (1 level saja).
Di MLM : Bisa beli hak franchise, dan bisa menjualnya kepada orang lain (multi-level). Inilah asal kata MLM. Mengapa kok orang mau-maunya beli hak franchise yang nilainya begitu besar???
Satu, Salah satu cara masuk kuadran B (bisnis) yang memberikan kebebasan waktu dan finansial.
Dua, Kalau saya mau jual burger, nama McDonald's lebih punya daya jual daripada XXX Burger.
Tiga, Standarisasi dan duplikasi. Anak SMA pun bisa berhasil kalau diberikan sistem franchise kepadanya. Di perusahaan biasa, pewarisan bisnis bisa berakibat bangkrut.
Empat, Memberikan passive income.
Semoga informasi tambahan ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan sesama distributor MLM maupun rekan-rekan yang penasaran mengenai bisnis MLM. Terima kasih.
---------------------------